Lomba Komunikasi: The Basics.
Dasar ikutan lomba branding, campaign, PR, dan lain lain.
Kalau lo membaca artikel ini, tandanya lo adalah mahasiswa komunikasi, mungkin semester 4 atau 5, yang mau ikutan lomba tapi gatau mulai dari mana, atau mungkin lo lagi gabut aja. Either way, ikutan lomba tuh salah satu kegiatan yang ngga pernah gue sesali sedikitpun dan cukup rewarding.
Tapi pertama-tama gue mau bilang kalo gue nulis ini bukan untuk pamer seolah gue si paling sering lomba / sering menang. Masih banyak suhu-suhu yang lebih sering ikutan dan menang lomba di sekitar gue in which I very much look up to. Tapi, di awal-awal gue coba ikut lomba, nggak banyak artikel yang ngebahas tentang bagaimana caranya ikutan lomba komunikasi, khususnya harus mulai dari mana dan jujur dulu gue merasa kesulitan. Di sini gue cuma mau coba sharing tentang observasi gue dan apa aja hal yang gue pribadi seringkali pake di lomba-lomba yang gue ikutin, dengan harapan siapapun yang baca ini bisa termotivasi untuk ikut lomba dan berkompetisi.
Tentang ‘Brief’.
‘Brief’ pada dasarnya adalah basis yang disusun oleh panitia mengenai tema lomba, ruang lingkup mata lomba, dan biasanya ada detail mengenai struktur hasil akhir, peraturan, timeline, dan lain-lain. Simpelnya, brief ini adalah ‘pagar’ yang membatasi lo untuk berkarya, ‘pagar’ yang membatasi lo untuk meng-explore kreatifitas lo untuk menjawab masalah utama lomba tersebut. Bentuk atau struktur file yang akan lo kumpulkan ke panitia itu sendiri pasti bakal berbeda-beda dan pastinya urutan kerja lo bakal tergantung sama apa yang diminta oleh brief.
Brief ini penting banget. Lo harus banget garis bawahin hal-hal penting di brief itu dan cari tau sebenernya panitia-panitia ini inginnya karya yang seperti apa sih? Pertanyaan apa yang sebenernya mereka tanyakan? Sebelum lo dan tim lo nemu apa yang jadi inti permasalahan di brief, lo ga boleh lanjut ke tahap selanjutnya. Bedah brief ini penting banget karena semua langkah selanjutnya yang lo ambil bakal berakar dari sini.
Biasanya, orang-orang bakal highlight bagian penting di brief (pake docs atau pdf atau apalah) biar keinget dan kenotis detailnya. Brief ini bakal sering lo buka-buka lagi untuk mastiin lo ada di ‘track’ yang benar jadi jangan capek-capek untuk buka briefnya tiap kali lo kerja kelompok / diskusi bareng tim.
Riset riset riset.
Katakanlah lo udah nemu pertanyaan utama atau masalah utama yang harus diselesaikan. Ya langkah logis selanjutnya adalah cari data yang menggambarkan kondisi terkini mengenai masalah tersebut. Data yang lo cari di tahap ini adalah data sekunder yang bisa lo cari di internet. Jurnal, Reports, Artikel, Infografis. Lo bisa coba cari di search engine kesayangan kita, Google.com, atau bisa juga di scholar.google.com / sci-hub.tw / harzing.com buat jurnal. Inget, lo harus menjunjung tinggi ‘based on data’ attitude yang artinya sebisa mungkin apa yang lo tulis di hasil lomba lu harus ada data untuk nge-backupnya / jadi alasannya.
Contoh, briefnya ingin lo buat bikin campaign untuk raising awareness working-class Millennials di Indo tentang burnout. Maka data yang bisa lo pake adalah tentang seberapa banyak orang burnout worldwide / di Indonesia, dampaknya apa, manfaat work life balance, dsb. Data yang lo cari (sekunder dan primer) ini akhirnya akan masuk ke bagian problem statement, answer, dan target campaign (yang ini gak selalu). Lebih lanjut bakal gue bahas di problem statement.
Problem Statement.
Problem statement adalah bagian data di deck lo yg mensupport seluruh strategi yang lo terapkan. Ini salah satu contoh artikel yang bisa lo pake buat jadi dasar data deck lo, walaupun menurut gue masih bisa dicari yang lebih oke lagi (ini cuman searching 5 menit).
Employee burnout has only gotten worse over the last year: more than half (52%) of respondents are feeling burned out, and more than two-thirds (67%) believe the feeling has worsened over the course of the pandemic. (source).
Lo bisa bilang bahwa benar, most people are burned out during the pandemic. Walaupun begitu, data lo harus lebih dalem lagi untuk memastikan bahwa target campaign lo memang mengalami burnout, dengan mencari data primer atau melakukan riset lo sendiri. Sebelum lo merasa intimidated, cari data sendiri malah bakal ngebantu lo untuk mencari jawaban yang tepat & valid tentang problem statement dan answer yang akan lo susun. Data primer ini kita sebut internal analysis (analisa internal kelompok lo) ya.
Umumnya internal analysis yang gue liat flownya kurang lebih dari kualitatif (wawancara) lalu ke kuantitatif (survey / form). Tujuan wawancara adalah untuk eksplorasi masalah yang literally 5W+1H untuk cari tau di aspek mana yang bisa dijadiin fokus kampanye. Misal, setelah lo wawancara ternyata focus pointnya adalah orang-orang secara umum memang tidak aware soal burnout dan belum tau mengenai work life balance, maka lo bisa cari gap menggunakan penelitian kuantitatif lo untuk mendapatkan data kuantitatif bahwa memang benar orang-orang itu actually kurang aware dan tidak tau mengenai work life balance. Nantinya, data yang lo pegang adalah:
- 52% pegawai merasa burnout dan meningkat selama pandemi (Source: Indeed).
- x% pegawai Millennials di Indonesia tidak tahu mengenai burnout (Internal Analysis).
- x% pegawai Millennials di Indonesia belum menerapkan work life balance (Internal analysis).
- Padahal, work life balance bisa jadi salah satu cara untuk mengurangi stress (Source: Forbes)
Bisa diliat kalo di poin 1,2, dan 3 menggambarkan situasi riil saat ini, dan terakhir di poin 4 ngasih tau gap nya, di mana sebenarnya work life balance bisa mengurangi stress. Juga disaat lo mencari data primer tentang isunya, lo juga harus cari tau tentang behavior mereka, dari social media behavior (kalau campaign digital), atau behavior hariannya (kalau lo mungkin mau masukin strategi ATL) yang nantinya masuk ke audience analysis / target audience. Intinya, riset primer ini harus dan bakal membantu lo untuk mencari alasan kenapa lo memilih strategi yang lo masukin ke deck dan bukan strategi lainnya.
Setelah itu, biasanya masuk ke bagian yang more or less tergantung dari briefnya, kaya competitor analysis, target audience / audience persona, atau SWOT analysis. Ada baiknya lo memahami masing-masing istilah, secara ringkas masing-masing istilah artinya adalah sebagai berikut:
- Competitor Analysis: Adalah bagian di mana lo menganalisa kompetitor-kompetitor lain yang bergerak di bidang yang sama (misal: Tokped dan Shopee, Grab dan Gojek, dsb.). Lo akhirnya nanti cantumin key insight dari keseluruhan kompetitor dan kadang dilengkapi diagram juga.
- Audience Persona: Adalah bagian di mana lo menjabarkan target audiens lo siapa dan behavior dia seperti apa. biasanya dilengkapin sama details yang bakal in-line sama strategi lo. Yang gue perhatiin audience persona ini umumnya ada 1 atau 2 persona aja, kadang 3.
- SWOT Analysis: Kepanjangannya strengths, weaknesses, opportunities, & threats. Bisa gue bilang ini sering banget dipake dan sering juga gue liat orang-orang salah ngisinya. Strength itu apa yang menjadi advantage dari apa yang lo analisis dan weakness itu kebalikannya. Opportunity sendiri itu apa yang bisa dilakukan atau apa yang bisa dimanfaatkan buat keuntungan lo, dan threat kurang lebih apa-apa aja yang bisa menghalangi lo untuk mencapai tujuan lo. Strength dan weakness adalah faktor-faktor internal, sedangkan opportunity dan threat itu eksternal.
Answer — your solution to the problem.
Nah, ini udah mulai masuk di bagian di mana lo harus bisa mencari solusi dari masalah yang lo angkat dengan kreatif. Sebenernya bagian ini itu bakal dibantu oleh framework, tapi bedanya di bagian ini lo lebih menjelaskan secara konseptual dan framework lebih ke teknis dan taktis. Ruang lingkup yang bisa lo telusur di bagian ini sebenernya relatif sama brief, tapi umumnya terdiri dari judul, deskripsi, objektif, dan customer / audience journey.
Judul dan deskripsi udah cukup self-explanatory ya, mungkin gue bakal bahas sedikit soal objektif. Objektif ini cukup penting karena ya pada dasarnya ini adalah tulang punggung strategi lo. Salah satu metode menulis objektif yang paling familiar dan paling sering gue pake itu bisa pake SMART Objective. SMART ini artinya specific, measurable, achievable, relevant, & time-bound, di mana objektif yang bagus itu idealnya terdiri dari seluruh aspek SMART.
- Specific: Objektif (atau goals) yang lo tentukan itu harus spesifik, mau mencapai apa? jangan tulis objektif yang ngawang dan nggak jelas ya.
- Measurable: Nah, maksudnya tuh objektif yang lo tulis ini harus bisa dihitung (quantifiable). Kenapa? karena objektif yang bisa dihitung ini lebih mudah untuk diukur.
- Achievable: Bagian ini maksudnya adalah objektif yang lo tentukan tuh harus realistis bisa dilakukan dan gak mimpi terlalu tinggi. Aspek ini tergantung sama apa kapabilitas dan ruang lingkup lo, juga sama rentang waktunya.
- Relevant: Relevan ini maksudnya objektif yang lo tentuin harus relevan ke masalah yang udah lo tentuin. Lo harus bisa bikin objektif yang benar-benar tepat sasaran biar apa yang lo lakuin ini efisien dan gak all-over-the-place.
- Time-bound: Time-bound ini maksudnya berbatas waktu. Objektif yang lo bikin harus jelas kapan tercapainya. Misal dalam 2 minggu, atau dalam 6 bulan. Inget, bagian ini juga harus realistis ya.
Contoh, misal lo mau bikin campaign tentang work life balance. Maka objektif yang mungkin bisa lo pake kurang lebih kaya gini:
Meningkatkan awareness mengenai work life balance di kalangan pegawai kantoran di Bandung melalui kampanye X dalam kurun waktu 2 bulan.
Disini lo bisa liat kalo objektifnya spesifik, meningkatkan awareness, achievable dan juga relevan. Juga berbatas waktu selama 2 bulan. Tapi, gue kemarin lomba juga sempet dikasih komen kalo ‘meningkatkan awareness’ ini emang not inherently quantifiable, karena awareness agak susah diukur. Makanya awareness ini bisa lo perjelas lagi, misal lo ngukurnya di hashtag kampanye lo, atau misal ngeliat dari jumlah tweet yang ngomongin campaign lo, jumlah partisipan, atau lo juga bisa bikin campaign post-survey menanyakan soal kampanye lo.
Customer atau audience journey ini pada dasarnya adalah tahap-tahap campaign yang bakal audience lo ‘lewatin’. Ini sangat tergantung sama framework yang lo pake dan di masing-masing tahap framework lo bahas tuh kira-kira halangannya apa, respon yang diharapkannya seperti apa, & channel yang digunakan apa aja.
Framework Strategi
Framework adalah kerangka yang menjadi tulang belulang strategi lo. Walaupun iya, yang paling penting adalah strateginya, tapi framework memudahkan lo untuk menyusun runtutan strategi yang lo usungkan dan memudahkan lo untuk membuat strategi ini lebih koheren. Ada beberapa jenis framework yang sering banget gue denger di lomba-lomba yang gue dan orang-orang sekitar gue sering pake, misalnya:
- Model AIDA: Model yang paling sering gue temuin dan agak basic. AIDA ini awareness, interest, desire, action. Masing-masing aspek bisa lo cek sendiri di google karena seumum itu. Coba cek konten ini yang dibikin sama Lingkaran deh. Tapi yang gue liat modelan ini agak susah untuk dipake karena tahap interest dan desire agak susah dibedakan pas dipake di luar copywriting.
- Trigger, Experience, Amplify: Model ini juga agak sering dipake, di mana trigger itu kurang lebih mirip dengan awareness di AIDA dan experience ini lebih ke tahap kampanye yang secara langsung berinteraksi dengan audience. Terakhir, amplify di sini maksudnya adalah di antara gimana caranya bikin orang membagikan kampanye atau bikin orang menjadi repeat customer.
- Pre-, Main, & Post-Event: Gue baru liat model ini dipake untuk kampanye yang sifatnya ngebawa isu sosial, semacam PR Campaign dan gue pribadi belum pernah liat orang make ini buat lomba kampanye atau branding yang menjual produk atau rebranding. Walaupun begitu, pembagian pre, main, post event ini menurut gue cocok kalau emang strategi lo sangat event-based.
- Model 5A: Kalau dijabarin, model ini tuh terdiri dari Awareness, Appeal, Ask, Action, & Advocate. Di sini, target audiens di ‘kasih tau’ di tahap awareness, terus bikin audiens tertarik di tahap appeal, terus menjawab their possible questions di bagian ask, kemudian ajak audiens untuk berpartisipasi di tahak action, dan encourage mereka untuk mengadvokasikan campaign lo ke orang-orang sekitarnya (mirip sama amplify).
Kalau diliat emang ada banyak ya, tapi jangan sampe framework-framework ini membatasi strategi yang lo bikin. Justru, framework ini seperti yang udah gue bilang, harusnya membantu lo agar ide strategi cemerlang lo well-presented dan coherent. Yang gue liat, sebenernya ga terlalu dipermasalahin sih pemilihan frameworknya, asal masuk akal dan lebih ke penjabaran strategi lo bisa mencapai objektif atau ngga, realistis atau ngga.
Lastly,
Biasanya abis framework ya udah selesai sih paling budgeting (atau mungkin juga ROI kalo business case), tapi kurang lebih apa yang gue tulis udah cukup general dan bisa di translate sesuai kebutuhan lomba. Selamat dan semangat berkarya!